Minggu, 18 Oktober 2009

sepenggal perjalananku yang tersisa...


siapa bilang dengan menjadi tua aku tak lagi berguna, menyusahkan anak serta cucu atau menjadi "sampah" untuk negaraku karena mereka harus repot memikirkan hari jadi LANSIA dengan segala upacara serta protokoler yang meribetkan serta mengeluarkan biaya yang tak sedikit.....


aku tidak meminta perhatian yang berlebih karena, aku tahu masih banyak yang lebih butuh perhatian karena sudah usai waktuku untuk itu...


tak perlu orang harus menghargai segala "kegunaanku" karena masa baktiku sudah purna...


menjadi tua tidak terus harus duduk tanpa kegiatan......... menunggu ajal, "ach...konyol", gumanku.


sekarang aku tak lagi mampu berjalan dengan tegap, tapi aku tetap "tegap"  dengan semangatku...


tas kertas bekas dari toko HP yang kini aku bawa dengan kemucing, lap kain, serta pencepit putung rokok serta cairan pembersih sebagai "alut" dikeseharianku kini.


mungkin tak banyak yang tahu akan keberadaanku diantara beribu orang yang hilir mudik di Mall ini. tapi tak mengapa karena tanpa meraka sadaripun aku berusaha untuk membahagiakan mereka dengan caraku...


aku dan sisa hidupku yang ku nikmati dengan tetap menjadi berguna...

(you-one)

Rabu, 14 Oktober 2009

KOK BISA SALAH KETIK / Ayat Tembakau Hilang di DPR

Ayat Tembakau Hilang di DPR

Sudah Beberapa Kali Terjadi, Pelaku Masih Misterius


Rabu, 14 Oktober 2009 | 04:59 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Penghilangan ayat tentang tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan terjadi di DPR. Saat Sekretariat Negara menerima berkas RUU tersebut dari DPR untuk pengesahan menjadi undang-undang, ayat tentang tembakau sudah tidak ada.

Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa menegaskan hal tersebut di Jakarta, Selasa (13/10). Mensesneg juga menjelaskan, kasus ini bukan pertama kali terjadi. Kasus serupa pernah terjadi dan diketahui Sekretariat Negara (Setneg).

Menurut Hatta, Setneg menemukan adanya ayat yang hilang saat melakukan pengecekan akhir sebagai prosedur rutin sebelum RUU disahkan menjadi UU.

Dokumen RUU Kesehatan yang diantar dengan surat Ketua DPR kepada Presiden mengenai telah disetujuinya RUU itu untuk dijadikan UU diterima Setneg pada 28 September 2009. Pada dokumen yang dibundel dengan sampul berlogo DPR ini, Pasal 113 hanya memuat dua dari tiga ayat yang seharusnya ada seperti saat disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009.

”Sebagaimana lazimnya, sebelum dilakukan pengesahan atau persetujuan oleh Presiden, Setneg melakukan pengecekan detail, ayat per ayat, pasal per pasal. Dari situ, kami temukan pada Pasal 113, Ayat (2) hilang,” ujar Hatta.

Menindaklanjuti hilangnya ayat itu, Setneg meminta klarifikasi ke Departemen Kesehatan dan Komisi IX DPR. Berita acara klarifikasi untuk mengembalikan Ayat (2) Pasal 113, sesuai dokumen yang disetujui rapat paripurna, sudah ditandatangani oleh Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dan Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan Faiq Bahfen, tertanggal Selasa kemarin.

Untuk mengesahkan RUU ini menjadi UU Kesehatan dan diundangkan di Lembar Negara, Setneg akan menyerahkan dokumen RUU, yang sudah bersampul dengan logo Presiden, untuk diperiksa dan diparaf per halaman oleh Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Mensesneg. Lalu, barulah RUU ini ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembar Negara.

Beberapa kali terjadi

Hatta menyesalkan adanya ayat yang hilang pada dokumen RUU yang disampaikan oleh DPR. Dalam kepemimpinan Hatta di Setneg, ayat yang hilang setelah persetujuan Rapat Paripurna DPR pernah terjadi pula pada dokumen RUU Perkeretaapian dan RUU Tata Ruang.

”Setneg selama ini berusaha menjadi gerbang penjaga terakhir dengan melakukan pengecekan detail sebelum proses pengesahan,” ujar Hatta.

Menurut dia, hilangnya ayat dalam RUU yang sudah disetujui Rapat Paripurna DPR merupakan persoalan yang sangat mendasar. Ia juga pernah membicarakan masalah tersebut dengan Ketua DPR yang ketika itu masih dijabat Agung Laksono. Kenyataannya, persoalan yang sama masih terulang.

”Perlu ada shock therapy karena satu ayat pun bisa jadi dihasilkan setelah berkeringat berdebat berbulan-bulan,” ujarnya.

Pelaku masih misterius

Hilangnya Ayat (2) Pasal 113 dalam RUU Kesehatan yang sudah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009, masih misterius. Pelakunya belum diketahui secara pasti.

Sekjen DPR Nining Indra Saleh ketika dikonfirmasi pers, Selasa, berkeyakinan bahwa kesalahan ini hanya kesalahan teknis semata, bukan karena unsur kesengajaan, terlebih lagi pengaruh suap dari pihak-pihak yang berkepentingan. ”Kan bisa saja salah ketik,” ucapnya.

Dari sisi prosedural, menurut mantan Sekjen DPR Faisal Djamal, yang biasanya melakukan penyisiran kembali naskah RUU yang telah disetujui dalam rapat paripurna adalah sekretariat komisi atau panitia khusus bersangkutan.

Secara terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus UU Kesehatan Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning membantah adanya usaha sengaja menghilangkan Ayat (2) Pasal 113 tentang tembakau sebagai zat adiktif. ”Hilangnya ayat tersebut karena kesalahan teknis belaka,” ujarnya.

Ribka menjelaskan, dia dipanggil unsur pimpinan DPR, Selasa kemarin, guna mengklarifikasi hilangnya ayat.

”Komisi IX pada akhir jabatan kemrungsung membahas lima undang-undang, sedangkan di sekretariat Komisi IX hanya ada ada 19 orang. UU Kesehatan yang dikirim sekretariat kami ke Sekretariat Negara itu draf lama. Tidak ada kesengajaan. Tidak ada masalah berat,” ujar Ribka.

Ribka mengakui, dalam pembahasan RUU Kesehatan terdapat perbedaan pendapat di antara para anggota Komisi IX. ”Fraksi saya yang berbasis petani dan buruh serta sejumlah anggota lain keberatan dengan pasal itu. Pertimbangannya, pasal itu akan berdampak pada petani tembakau dan buruh. Anggota aliansi petani tembakau di Temanggung juga sempat datang menyampaikan keberatannya,” ujar Ribka.

Sebagian anggota lain setuju ayat itu dimasukkan dengan melihat alasan kesehatan. ”Pada akhirnya disetujui untuk melihat alasan kesehatan saja. Pada saat pengesahan paripurna, ayat itu ada,” kata Ribka.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan sah- sah saja jika DPR menyatakan hilangnya ayat itu sebagai kesalahan teknis. Namun, dampaknya tidak dapat dipandang enteng mengingat jika undang-undang ”terkorupsi” itu lolos, dampaknya akan luas.

Ketua Harian Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Laksmiati A Hanafiah mengatakan, dengan tercantumnya ayat tersebut, konsekuensinya pemerintah harus tegas mengendalikan produk terkait tembakau, mulai dari iklan, kadar nikotin dan tar, ruang-ruang khusus penggunaan produk tembakau, sampai batasan usia pengguna. (DAY/SUT/INE/THY)

Selasa, 13 Oktober 2009

Pemerintah Pangkas Kuota Jamkesmas

JAKARTA - Pemerintah bakal memangkas kuota peserta program jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) tahun depan. Yang semula berjumlah 76,4 juta orang menjadi 61,4 juta orang. Alasannya, jumlah warga miskin berkurang. Padahal, dengan kuota sekarang saja, beberapa warga miskin di daerah tak terakomodasi.

''Sama seperti program penanggulangan warga miskin lainnya, beras raskin dan bantuan lainnya juga akan berkurang,'' kata Menko Kesra Aburizal Bakrie setelah mengadakan rapat koordinasi bersama sejumlah menteri bidang kesra kemarin (12/10).

Pengurangan kuota tersebut, tambah pria yang akrab dipanggil Ical itu, disebabkan warga miskin berkurang dari 18,5 juta kepala keluarga (KK) menjadi 17,5 juta KK. ''Ini menunjukkan upaya pengentasan kemiskinan oleh pemerintah efektif.''

Bukankah masih banyak penduduk miskin di daerah yang tidak terjamin jamkesmas? Deputi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Kesra Adang Setiana mengakui hal itu. Namun, keputusan memangkas kuota jamkesmas didasari data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai angka kemiskinan nasional. ''Kalau ada yang tidak terakomodasi, itu disebabkan data BPS dan data pemda berbeda,'' ujarnya enteng.

Adang menambahkan, pemerintah mewajibkan pada 2014 semua masyarakat memiliki asuransi kesehatan. Mulai masyarakat miskin hingga mereka yang bekerja di sektor informal. jawa pos - Selasa, 13 Oktober 2009 (aga/oki)