Jumat, 07 Agustus 2009

Terus belajar untuk saling mengerti satu sama lain

................

Kuhidup dengan siapa
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku....

Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu...........

..................

sepenggal lirik lagu dari agnes monica yang berjudul "Teruskanlah - Teruskanlah" dialbum terbarunnya menginspirasi saya untuk berbagi cerita dengan teman-teman di FB!

kira-kira beberapa waktu yang lalu teman baikku berkeluh kesah berkenaan dengan kelurganya yang telah dibina selama ini, dalam usia perkawinan yang menginjak 6 tahun tersebut serasa telah kehilangan gairah atau hambar tapi bukan karena ada orang ketiga didalam kehidupan mereka.... (wah... rada susah juga ya? kira'in ada orang ketiga.... kangen band/selingkuh - mode on lalu mode off)

masalahnya sepele hanya karena sang istri "merasa" sang suami tidak lagi memberikan perhatian terhadap istrinya lagi!! begitu ungkap teman baik saya.
sementara dia merasa telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk sang suami tercinta, tapi kata teman baik saya kembali bertanya "kenapa suamiku tidak mampu menyentuh bathinnya.....??" (upsss... dueng... kaya' kebentur tembok nich pikirku..... kok jadi ribet...)

apa lagi dimata sang istri, suaminya merupakan tipe orang yang baik bertanggung jawab terhadap keluarganya.... (nach... ribet bener..)


sementara aku juga bingung harus bilang apa......, kok menemukan cerita menarik yang juga kurang lebih sama berkaitan dengan keluh kesah teman baik saya tersebut dari rumah tetangga sebelah (http://myshant.multiply.com) yang telah belajar terlebih dahulu...


begini ceritanya :


Beberapa waktu yang lalu saya sempat kesal dan marah ke suami. Gara-garanya suami yg sedang lembur tiba-tiba menyuruh saya pulang duluan karena sepertinya pekerjaannya bakalan berlanjut sampai pagi. Padahal waktu itu, sudah hampir jam 9 malam. Saya yang sudah menunggu dia di kantor dari jam 6 sore, otomatis langsung kesal. Kenapa baru bilang sekarang, ketika semua orang di kantor saya sudah pulang semua, sehingga saya tak bisa menumpang kendaraan teman yang searah dengan rumah saya.

Karena kesal, saya kirim sms bernada ngomel ke suami. “kenapa baru bilang sekarang, tahu gitu kan tadi aku nebeng dayat. udah ditungguin kabarnya dari tadi, malah baru ngasih tau sekarang, tega banget sih istri disuruh pulang sendiri. gak takut istirnya digangguin orang?”

Eh, suami cuman mereply “trus ?”

Saya tambah kesal dong, sudah nulis panjang-panjang, cuman direply dengan satu kata. Seperti dipancing, keluar semua deh uneg-uneg yg ada di hati. Saya reply kembali sms-nya : ”mbok ya yang perhatian gitu sama istri, udah tahu istri gak ada tebengan, dijemput kek, dianterin ke stasiun dulu kek, baru kerja lagi”

Saya berharap-harap cemas menunggu reply sms dari suami. Terus terang saja belum pernah marah-marah via sms, takutnya pesan yg tertulis, akan diterima berbeda dengan pesan yang langsung diungkapkan secara lisan.

Beep beep ..beep beep, ada sms masuk. Saya buka, benar dari suami, isinya : “aaarrrhhh ..aku juga capek hati, antara kerja dan keluarga”

Dezigh !!! Rasanya hati ini tertohok banget. Duh, keterlaluan banget ya saya ini, ketika suami harus kerja keras demi menghidupi keluarga, saya malah merecoki dengan pesan gak penting. Bukannya mendukung dengan memberi rasa tenang pada suami, malahan bersikap kekanakan dengan menempatkan suami pada posisi memilih antara kerja atau keluarga. Tapi terus terang, saya masih merasa kesal disuruh pulang sendiri malam-malam begini. Makanya saya masih reply lagi sms-nya “ya udah, aku pulang naik bis aja”

Sambil menunggu bis patas AC, saya merenung lagi. Kenapa saya sampai begitu kesal hanya karena disuruh pulang sendiri ya?. Biasanya kalau suami lembur ataupun tugas keluar kota, saya biasa aja pulang-pergi sendiri. Bahkan waktu janjian dinner sama temen-temen genk Soup, dan pulang naik bis jam 10 malam, saya cuek aja. Apa saya kesal karena suami baru menyuruh pulang ketika saya sudah lelah menunggu ? Apa saya kesal karena membayangkan harus berdiri di bis ? Atau apakah saya kesal karena suami “dengan tenang dan percaya” menyuruh saya pulang sendiri ? Nah, sepertinya alasan terakhir itulah yang memicu kekesalan dan kemarahan saya. Suami sepertinya percaya banget bahwa saya cukup berani dan bisa dipercaya untuk pulang sendiri dengan aman. Saya merasa bahwa suami saya kok gak kuatir saya –yang meskipun ibu-ibu tapi masih suka digangguin cowok ini- dilepas begitu aja pulang malam sementara dia kerja dan gak pulang. Apa saya gak cukup cantik bagi dia, sehingga dia cuek aja dan berpikiran “alah, istriku udah ibu-ibu, gak mungkin digodain cowok, bisalah pulang sendiri” ?. Atau dia terlalu percaya bahwa saya adalah perempuan mandiri yang udah biasa melakukan aktifitas tanpa harus selalu ditemenin olehnya ? Oke deh, saya akui emang pemikiran suami gak salah juga. Saya memang udah biasa melakukan aktifitas sendiri tanpa suami, bahkan melahirkan tanpa didampingi suami aja berani kok. Tetapi terkadang sebagai perempuan, saya ingin juga dipuja dan dimanja oleh suami. Saya juga ingin, suami menyampaikan kekhawatirannya, kemudian sok jadi jagoan yang bersedia mendampingi kemanapun saya pergi, meskipun nantinya bakalan saya tolak juga sih. Pendek kata, saya ingin suami mengungkapkan bahwa dia kuatir sama saya, bahwa saya penting bagi dia. Ah, disaat seperti ini saya merasa betapa perempuannya saya. Jauh di bawah alam sadar saya, ternyata saya hanyalah perempuan biasa, yang ingin dimanjakan dengan kata-kata.

Tiba-tiba sebuah kesadaran menghantam kepala saya, persis seperti lampu bohlam yang berpijar di komik jepang. Bisa jadi kemandirian sayalah yang membuat suami saya tertarik pada saya. Bisa jadi karena saya gak rewel minta ditemani kesana kemari itulah yang membuat suami saya nyaman. Bisa jadi kalau saya seperti perempuan lain yang menye-menye, manja dan kolokan, suami saya tidak akan tertarik dari pertama dan tidak akan memilih saya menjadi pendamping hidupnya. Jadi kenapa saya harus mengacaukannya ?

Lagian, meskipun suami tidak menyampaikan kekhawatirannya secara langsung, bukan berarti dia tidak kuatir kan? Buktinya, malam itu ketika saya tiba di rumah, ada banyak miskol dan sms dari suami menanyakan apakah saya sudah sampai rumah. Memang isi sms-nya cuma “udah sampai rumah belum ?”, tapi saya bisa menangkap kekuatiran yang tersirat di sana. Dan itu membuat saya tersenyum, dan sayapun membalas sms-nya dengan permintaan maaf dan mengingatkan dia untuk tidak melupakan makan malam.

ternyata suami saya akhirnya tahu bahwa saya perlu tahu kalau dia kuatir pada saya. Sayapun jadi tahu bahwa saya memang penting bagi dia, bahwa dia menganggap saya perempuan yang hebat. Rasanya....

Insiden malam itu berakhir bahagia... (mbah surip - mode on)

nach kembali keteman saya tersebut dan mungkin kita semua..... apa kita mau "terus belajar untuk saling mengerti satu sama lain" sehingga dapat tercipta keluarga sakinah mawadah warohmah? amien.


matur nuwun